Seorang menteri di Baghdad telah berlaku lalim terhadap kekayaan seorang wanita tua. Hartanya dirampas dan semua hak wanita itu dirampok. Tapi si wanita itu dengan berani mengadukan kelaliman itu kepada menteri dimaksud sambil menangis dan memprotes kekejamannya. Sang menteri sama sekali bergeming dan tak menyadari kekejamannya terhadap si wanita.
Wanita itu kemudian mengancam, “Jika engkau tidak menyadarinya juga, aku akan memohon kepada Allah agar engkau celaka.” Menteri itu malah tertawa terkekeh-kekeh dan mengejek wanita itu seraya berkata dengan angkuh, “Berdoalah di sepertiga akhir malam.” Wanita itupun pergi meninggalkannya.
Setiap hari, pada sepertiga malam terakhir, ia selalu berdoa. Tak berapa lama kemudian, menteri itu dimakzulkan, dan seluruh hartanya disita. Ia diikat di tengah pasar dan dicambuk sebagai hukuman ta’zir atas kejahatannya kepada rakyat. Pada saat itu si wanita tua lewat, dan melihat siapa yang diikat. Katanya, “Engkau benar. Engkau telah menganjurkan kepadaku untuk berdoa di sepertiga malam terakhir, dan terbukti sepertiga terakhir malam itu memang waktu paling baik.”
Sepertiga malam itu sangat mahal dalam kehidupan kita, sangat berharga. Sebab itulah Rabb Yang maha Mulia berfirman. “Adakah seseorang yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku berikan apa yang dia minta, adakah orang yang meminta ampun kepada-Ku sehingga aku ampuni dia, dan adakah orang yang berdoa kepada-Ku lalu Aku kabulkan doanya.”
Sedari remaja, dan dari sekian banyak cerita yang pernah saya dengar, ada sebuah peristiwa yang sangat membekas dalam hidupku yang tidak mungkin saya lupakan. Yang saya rasakan saat itu adalah bahwa tak ada yang lebih dekat daripada Dzat Yang Maha Dekat, yang memiliki jalan keluar, pertolongan, dan kebaikan.
Ceritanya begini, waktu itu saya bersama sejumlah pumpang lainnya terbang dari Abha menuju Riyadh, bertepatan dengan pecahnya Krisis Teluk. Di dalam pesawat yang sedang terbang itu, dikabarkan kepada seluruh penumpang bahwa pesawat akan kembali ke bandara Abha karena ada kerusakan. Kamipun kembali ke Abha, dan kru memperbaiki pesawat.
Setelah kerusakan diperbaiki, kami terbang lagi. Namun ketika kami sudah mendekati Riyadh, roda pesawat tak mau turun. Selama satu jam, pesawat hanya berputar-putar di atas kota Riyadh. Pilot telah berusaha melakukan pendaratan sebanyak sepuluh kali namun setiap kali sudah dekat ke landasan dan berusaha mendarat selalu gagal, dan pesawatpun terbang lagi. Saat itu kami panik, dan banyak diantara kami yang sudah pasrah.
Para penumpang wanita menangis. Saya lihat air mata mengalir deras di pipi. Kini kami berada di antara langit dan bumi menunggu kematian yang bisa lebih cepat dari kerdipan mata. Teringat olehku segalanya, namun tak ada yang lebih baik dari amal shaleh. Hati saya segera tertuju kepada Allah dan alam akhirat. Dan, dunia menjadi sangat tidak berharga. Saat itu, yang selalu keluar dari bibir kami adalah, Laa Ilaaha ilallallaah wahduhu laa syariikalah lahul mulk wa lahul hamd wa huwa’alaa kulli syai’in qadiir (Tidak ada Ilah selain Allah, satu-satunya, tiada sekutu bagi-Nya, kepunyaan-Nya semuau kerajaan dan pujian, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).
Kalimat ini meluncur dengan jujur dari bibir kami. Seorang Syaikh yang sudah berumur berdiri dan berseru kepada seluruh penumpang untuk meminta perlindungan kepada Allah, berdo’a kepada-Nya, memohon ampunan-Nya, dan bertobat atas segala kesalahannya.
Allah sendiri telah menjelaskan tentang sifat manusia, Maka tatkala mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (QS Al-‘Ankabut: 65)
Kamipun berdoa kepada Dzat Yang Mengabulkan doa orang yang dalam keadaan terjepit, seperti yang dilakukan oleh orang yang terjepit. Kami betul-betul khusyu’ dalam doa kami. Tak berapa lama, pada usaha yang kesebelas dan keduabelas kami bisa mendarat dengan selamat. Ketika turun dari pesawat kami seperti baru saja keluar dari kuburan. Jiwa kami kembali seperti sedia kala, air mata sudah mengering, dan senyuman kembali mengembang. Sungguh agung kebaikan Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi itu.
Berapa banyak kita memohon kepada Allah saat bahaya menimpa, tatkala bencana itu hilang kita melupakan-Nya.
Di lautan kita berdoa kepada-Nya agar kapal kita selamat, namun ketika sudah kembali ke darat kita durhaka kepada-Nya.
Kita menaiki angkasa dengan aman dan santai, tidak jatuh karena Yang menjaga adalah Allah.
Semua ini adalah kebaikan dan bantuan Yang Maha Pencipta.
Sumber: Laa Tahzan, karya Dr. Aidh Al-Qarni, terbitan Qisthi Press.