Serang, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Mulaana Hasanuddin Banten melakukan pembinaan moderasi beragama bagi para pengunrus organisasi kemahasiswaan FTK. Kegiatan pembinaan tersebut secara langsung dibuka oleh Dekan FTK UIN SMH Banten, Dr. Nana Jumhana, M.Ag bertempat di lantai 3 Gedung A FTK UIN SMH Banten.
Dekan FTK menjelaskan bahwa kegiatan pembinaan moderasi beragama bagi para mahasiswa, khususnya para pengurus Ormawa merupakan kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan oleh FTK sebagai bagian dari mandatori yang diprioritaskan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.
Kegiatan pembinaan moderasi beragama yang dilaksanakan pada hari Jumat, 09 Mei 2023 tersebut menghadirkan narasumber dari Sekretaris RMB UIN SMH Banten, Salim Rosyadi dan Dosen UNUSIA Jakarta Tsabit Latief.
Menurut Salim Rosyadi, moderasi beragama tidak hanya menyorot dalam dimensi keagamaan semata, namun dalam skala makro, juga sebagai ideal moral dalam upaya menumbuhkembangkan kecintaan terhadap negara dan menjaga martabat bangsa. Hal ini karena pada dasarnya beragama seseorang tidak akan lepas dari bangsa dan negaranya. Prinsip beragama selaras dengan prinsip bernegara, karena beragama tidak hanya berhubungan dengan dimensi ketuhanan, lebih dari itu juga tidak lepas bersinggungan dengan dimensi kemanusiaan.
Selanjutnya Sekretaris RMB UIN Banten menambahkan bahwa peran mahasiswa bukan hanya agen perubahan sosial secara pengertian yang sempit, melainkan juga menjadi penggerak bagi masyarakat dalam menanamkan, menyuarakan pesan-pesan moral Islam yang santun, damai dan saling menghargai tanpa status ras, suku dan agama. Urgensi penanaman nilai moderasi beragama sejak dini untuk menjaga pemahaman generasi muda yang tidak mudah disusupi paham radikal dan menjadi bagian antitesa spirit Pancasila.
Sementara Tsabit Latief menjelaskan bahwa mahasiswa punya ciri khas yang melekat pada dirinya, yaitu responsif. Kegiatan ini merupakan satu bentuk respon mahasiswa atas fenomena yang terjadi di masyarakat. Ada dua fenomena masyarakat yang meresahkan. Pertama, Tatharruf Tasyaddudi (mempersulit dalam beragama) yang dicirikan dengan sikap puritan. Bagi paham keagamaan ini, segala kegiatan keagaman yang bersatu dengann tradisi dan kebudayaan harus dihapuskan seperti maulid, tahlilan dianggap bid’ah. Jargon mereka “Ayo kembali kepada Al-Quran dan hadits”. Sayyidina Ali pernah ditanya terkait jargon tersebut, maka jawaban beliau “kalimatu haqqin urida bihal bathil. Selanjutnya adalah Radikalisme/Fundamentalisme yang akan melahirkan ideologi takfiri yaitu mengkafirkan demokrasi, nasionalisme, lagu Indonesia Raya, Pancasila.
Berikutnya adalah Irhabi, sering menggunakan ayat “waman lam yahkum bima anzalallahu faulaika humul kafiruun yang tidak berhukum” dengan hukum Allah boleh dibom, dihabisi. Kedua, Tatharruf Tasahhuli (menggampang-gampangkan dalam beragam), ideologi yang mereka usubg adalah liberalisme (kbebasan), padahal Islam itu memiliki makna ketundukan dan kepasrahan. Di sini posisi moderasi beragama konsiten pada sikap berpegang teguh pada ajaran agama, tapi sikapnya tasamuh, tawasuth/i’tidal, tawazun, yaitu pikiran, sikap dan perbuatan yang adil tidak terlalu berlebihan dalam beragama, Tambah Tsabit Latief. (AM)